Guru Matematika Rawan Stress
Beberapa pekan ke belakang, saya yakin guru mengalami kerepotan dalam menilai siswa.
Dulu, saya pernah merasakan rasa tertekan dan bersalah ketika menilai siswa. Semua berawal dari pertama kali saya harus mengajari siswa sesuai tuntutan kurikulum.
Bayangkan, ketika kalian ingin mengajari suatu konsep matematika dan mendapatkan siswa yang diajari tidak paham. Ternyata setelah ditelusuri lebih jauh siswa tidak memahami konsep-konsep sebelumnya, bahkan salah memahami konsep. Wah ini nih yang bikin guru MTK stress, frustasi, dan serasa ingin resign, ketika berhadapan dengan capaian kurikulum.
Cukup bayangkan saja, ketika mendapati seorang siswa kesulitan ternyata eh ternyata konsep-konsep penunjang dalam memahami materi yang diajarkan semuanya amburadul. Ini berarti kita harus bekerja seperti tukang bengkel, 'bongkar-pasang' beberapa sparepart mesin motor agar berfungsi dengan baik ketika ditambahkan sparepart lainnya.
'Bongkar-pasang' sparepart-sparepart inilah yang tidak sembarang bahkan perlu waktu untuk melihat secara mendalam dan menyeluruh agar tak asal 'bongkar-pasang', kalau asal-asalan bisa meledak ketika dinyalakan.
Sekali lagi, kalian cukup bayangkan siswa kalian memahami materi matematika seperti mewujudkan sebuah mesin motor.
Jika sejak awal salah pasang atau tidak terpasang beberapa sparepart dengan benar, waktu berjalan dan terus kalian paksa tambah sparepart baru 'dicocok-cocokin' yang penting nempel dengan sparepart lainnya. Hingga suatu saat dinyalakan nggak berfungsi bahkan dapat meledak.
Ledakan inilah yang membuat siswa dan guru frustasi, sedangkan capaian kurikulum seperti majikan yang terus memecut tiada henti agar bekerja sesuai target.
Bayangkan masalah itu satu siswa, dalam kelas ada beberapa siswa yang mungkin berbeda masalahnya..
Komentar
Posting Komentar