Bermaknakah pengajaran matematika saya?

Sumber gambar: Microsoft Office

Dalam suatu pembelajaran matematika, saya dan mungkin sebagian besar dari kita pernah ditanya mengenai “apa sebenarnya tujuan kita mempelajari materi ini” oleh seorang siswa yang boleh jadi merupakan siswa yang jujur atau kritis terhadap pembelajaran. Siswa tersebut boleh jadi merupakan siswa yang merasakan ketidak bermaknaan pembelajaran matematika yang terasa jauh dari kehidupan mereka. Pembelajaran yang sering saya dan mungkin guru-guru lainnya hanya sekedar mengajarkan seperti menghitung luas trapesium, menjumlahkan dua bilangan pecahan yang berbeda penyebutnya, sifat-sifat bilangan bulat, membagi sudut menjadi dua bagian sama besar menggunakan penggaris dan kompas, dan lain-lain. Pembelajaran tersebut tidak lebih dari sekedar pengetahuan prosedural mengenai bagaimana mengerjakan soal-soal agar terjawab dengan benar. Ketika siswa mampu melakukan sesuai dengan prosedural, kita merasa bahwa siswa memahami pembelajaran dan menguasai skill (pengetahuan prosedural). Padahal, eksistensi skill mereka tampak hampa, kecuali jika mereka tertantang dengan permasalahan kehidupan nyata dan kondisi di mana skill digunakan dalam cara yang penuh makna.

Salah satu cara kesempatan untuk mengembangkan dan menempatkan skill untuk digunakan mengeksplor situasi nyata adalah melalui problem solving. Walaupun, siapapun tidak menyangkal bahwa mengembangkan skill adalah penting, namun proses pembelajaran membutuhkan lebih dari sekedar memperoleh pengetahuan prosedural. Salah satu contoh sederhana yang sering kita ajarkan kepada siswa mengenai sifat distributif bilangan bulat. Secara prosedural siswa mampu melakukan operasi sifat ini, namun mereka tidak mampu memaknai dari kegunaan sifat ini. Bagi siswa yang skill-nya bagus soal 3x(20+4) dapat operasikan menjadi 3x20+3x4, namun yang menjadi pertanyaan “apa gunanya melakukan distributif seperti pada soal tersebut?”. Beberapa di antara kita sudah mengetahui atau mungkin pernah melihat bagaimana seorang pedagang di pasar tradisional menghitung harga satuan barang dikalikan dengan jumlah barang yang dibelinya tanpa menggunakan kalkulator. Boleh jadi tukang penjual tadi mampu memanfaatkan dan menggunakan sifat distributif, yaitu untuk mempermudah perhitungan.

Pembelajaran yang seharusnya bukan hanya mengembangkan skill pengetahuan prosedural, namun mampu menggunakan skill tersebut untuk membantu dalam memecahkan permasalahan yang nyata dalam kehidupan. Misalkan terdapat soal “berapakah hasil 3x38?”, tentunya untuk memudahkan perhitungan tanpa bantuan kalkulator, kita bisa menggunakan sifat distributif pada bilangan bulat. Sehingga soal tersebut dapat ditulis menjadi 3 x (30+8) = 3 x 30 + 3 x 24 = 90 + 72 = 162 yang lebih bisa dipahami oleh siswa. Ketika siswa mengalikan bilangan dengan metode bersusun belum tentu siswa memahami maksud dari perkalin bersusun yang dimaksud. Namun, penggunaan distributif lebih dapat memahami siswa bahwa bilangan dua digit bisa diubah menjadi penjumlahan bilangan puluhan dan satuan, dan dengan cara yang sama untuk bilangan lainnya( ratusan, ribuan, dan lain-lain). Contoh lainnya yang sering terlupakan adalah pada perkalian pecahan yang menggunakan sifat distributif. Misalkan terdapat soal hitunglah 4 x 3 ½, beberapa siswa mungkin akan menyoba dengan mengubah pecahan campuran menjadi pecahan biasa kemudian mengalikan dengan bilangan bulat di depannya. Namun, bagi siswa yang memahami pecahan akan mengalikan secara distributif dan diperoleh 4 x (3+1/2) = 12+2 =14. Siswa yang memahami penulisan pecahan campuran sebagai penjumlah bilangan bulat dan pecahan akan lebih mudah dalam mengalikan soal tersebut.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Media Pembelajaran Persamaan Linear Satu Variabel

Simulasi Fungsi - Superposisi Gelombang Sinus

Buku-Buku Aljabar PDF